Senin, 25 Juli 2011

Aku (tidak) bangga menjadi anak Indonesia!

Ketika orang bertanya "Apakah kamu bangga menjadi anak Indonesia?", biasanya saya akan tersenyum manis dan menambahkan kalimat pendek, "Bangga, dong" Namun sesungguhnya, orang-orang tidak menyadari bahwa jawaban itu tidak berasal dari hati. Jawaban itu hanya usaha semata untuk menghentikan percakapan dan menghindarkan diri dari perdebatan yang tidak perlu.

Saya punya satu kabar baik dan satu kabar buruk. Karena saya suka akhir yang bahagia, maka saya akan menyampaikan kabar buruk terlebih dahulu.

Saya tidak bangga menjadi anak Indonesia. Saya tidak bangga pada Indonesia. Mengapa kita harus bangga ketika masih ada anak mati karena kurang gizi sementara pejabatnya makan enak setiap hari? Mengapa kita harus bangga ketika jutaan keluarga miskin tak punya tempat tinggal layak sementara wakil rakyat sibuk membangun gedung megah? Mengapa kita harus bangga ketika anak-anak sekolah kita mulai mengenal rokok sementara para pemimpin yang tak peduli menjual bangsa mereka sendiri?

Bagi saya, menanamkan rasa bangga terhadap bangsa ini dalam diri anak-anak kita adalah suatu kebodohan. Mungkin kita berpikir bahwa seperti halnya membiarkan anak kita dimanja dongeng dan imajinasi, baik pula membiarkan mereka hidup dalam ilusi. Jangan bingung bila bangsa ini sulit untuk maju karena terbuai oleh kepuasan semu. Jangan kaget ketika melihat anak-anak kita mulai berpikir bahwa idealisme adalah suatu kekonyolan. Padahal sesungguhnya, ikut berenang dalam arus realitas kebobrokanlah yang membuat kita jadi ikan mati. Ikan mati di bangsa yang mati.

Seharusnya kita tanamkan rasa malu. Malu karena kekayaan alam yang berlimpah peninggalan nenek moyang habis dimanfaatkan bangsa lain. Malu karena bangsa yang pernah berjaya dulu kini hidup sengsara. Malu karena budaya dianggap kuno dan tidak lagi relevan.

Dari sanalah akan muncul rasa geram. Geram melihat pemerintah yang tidak membela kepentingan rakyatnya. Geram melihat harga diri kita diinjak-injak oleh harta. Geram melihat rendahnya moral para penguasa.

Yang kita mau dari anak-anak kita adalah rasa cinta. Cinta sejati yang muncul karena rasa memiliki. Cinta sejati yang mengalir dalam air mata ketika melihat bangsa sendiri dibodohi. Cinta sejati yang mendorong mereka keluar dari zona kenyamanan mereka dan merengkuh sesamanya yang tertindas.

Sekarang, saatnya saya menyampaikan kabar baiknya. Meskipun saya tidak bangga, saya masih cinta pada bangsa dan negara ini. Dan saya yakin bahwa cinta kitalah yang bisa mengubah bangsa ini. Kitalah yang bisa berusaha, agar anak-anak kita bisa berkata pada anak-anaknya; "Berbanggalah jadi anak Indonesia!"


23 Juli 2011
Memperingati Hari Anak Nasional
"Aku (mau membuat kalian) bangga menjadi anak Indonesia!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar