Jumat, 11 Juni 2010

Surat dari Ayah

Di bawah ini adalah surat dari ayah saya untuk ibu saya, yang ditulis dua tahun sebelum ia meninggalkan kami untuk selamanya.

Surat ini ditulis di suatu malam ketika ayah dan ibu saya mengadiri persekutuan di luar kota, dan akhirnya kami temukan ketika kami membereskan barang-barang peninggalan ayah saya seusai kematiannya.

Untuk istriku yang kukasihi,

Hari ini, saya ingin agar engkau mengetahui isi hati saya berhubungan dengan hari kematian. Saya sudah sering bicara dengan kamu di rumah bahwa ada kelahiran, ada pertumbuhan, dan ada kematian dalam perjalanan hidup seseorang. Manusia dapat mati kapan saja dan di mana saja. Bagi orang yang ada di dalam Kristus, kematian bukanlah akhir dari suatu kehidupan. Ada suatu kehidupan yang lebih indah di balik kematian seseorang yang berada di dalam Kristus. Oleh sebab itu aku ingin berpesan kepadamu, bila suatu saat Tuhan memanggilku terlebih dulu, aku harap kamu tidak kecewa kepada Tuhan, atau menyesali hidup ini, atau menyesali kemesraan kita yang begitu singkat dalam hidup berkeluarga kita.

Kamu harus ingat bahwa segala yang terjadi dalam hidup ini, bagi kita yang ada di dalam Kristus, adalah seizin Tuhan; dan itu juga rencana yang indah dari Tuhan buat kita. Syukurilah semua itu, dan jangan teteskan air mata kesedihan bila semua itu terjadi. Tabahkanlah dan hadapi dengan ketegaran, anggap semuanya adalah suatu hal yang lumrah. Akupun akan mengerti bila kamu tidak meneteskan air mata. Bukan karena kamu tidak mencintai saya, tetapi saya tahu bahwa kamu mengasihi Tuhan dan merelakan saya untuk dipanggil kembali oleh kekasih saya, yaitu Kristus Tuhan.

Bila waktunya sudah tiba, ingatlah bahwa Tuhan akan memeliharamu sekeluarga. Tuhan akan menjagamu. Kiranya kekuatan dari Allah Bapa kita dan kasih dari Kristus, dan penyertaan, pertolongan, serta penghiburan menyertai kamu dan anak-anak sampai selama-lamanya. Sampai kita berkumpul di rumah Bapa di Surga. Amin.


The Feeling of Loss

Hari ini saya kehilangan Blackberry saya yang baru saya beli dua minggu yang lalu. Bukan Blackberry baru memang, tapi masih dalam kondisi yang baik. Blackberry bekas ini berhasil saya beli setelah penantian panjang, usaha menabung, dan menjual beberapa barang yang tidak saya butuhkan lagi. Intinya, Blackberry ini berarti buat saya.

Selama dua minggu saya memiliki Blackberry, saya sangat lekat dengan aktivitas dunia maya. Saya merasakan bagaimana kehadiran Blackberry ini telah mengubah hidup saya jadi lebih mudah dan berkualitas. Komunikasi sangat mudah dan lancar lewat Blackberry Messenger dan berkirim email menjadi sangat menyenangkan dengan fasilitas push mail. Namun nyatanya, semua itu harus saya lepaskan begitu saja.

Blackberry saya diambil oleh seseorang tanpa saya sadari. Entah jatuh atau sengaja dicuri, yang jelas setelah saya sadar bahwa Blackberry saya telah lenyap, nomer telepon Blackberry saya sudah tidak dapat dihubungi.

Dengan perasaan sedih yang saya rasakan, saya mencoba melanjutkan kegiatan siang ini seperti tidak terjadi apa-apa. Saya tetap ikut kuliah, hadir ke kelas, bercanda dengan beberapa teman, menghadiri rapat seminar, dan akhirnya pulang ke rumah. Saya sudah mengikhlaskan Blackberry saya itu untuk dijual atau dimanfaatkan oleh orang yang mengambilnya. Saya yakin orang tersebut sangat membutuhkannya. Saya pun tetap bersyukur pada Tuhan karena semalang apapun nasib saya, saya masih lebih beruntung bila dibandingkan orang itu karena saya mampu membeli Blackberry sedangkan dia tidak.

Namun yang akhirnya menjadi menarik bagi saya, selama saya bersedih dan merasa kehilangan, saya melihat banyak orang lain yang juga sedang kehilangan. Di televisi saya menyaksikan beberapa tokoh terkenal yang kehilangan keluarganya. Di situs jejaring sosial saya menjumpai beberapa kawan yang juga kehilangan beberapa kepunyaannya. Di kampus beberapa teman sedang bersedih karena kehilangan kesempatan untuk lulus tahun ini. Seakan-akan hari ini adalah hari kehilangan sedunia.

Lalu saya tersadar.

Hari ini sama dengan hari-hari lainnya. Hari-hari biasa di mana banyak orang kehilangan sesuatu yang menjadi miliknya. Hanya saja kita buta. Kita tidak pernah peduli dengan perasaan kehilangan yang dialami sesama kita. Kita tidak mau meluangkan sedikit waktu untuk mendengar sedihnya kehilangan keluarga, kesempatan, dan hak-hak manusia.

Yang membuat hari ini berbeda adalah kehilangan. Kehilangan membuat hati kita lebih peka terhadap perasaan kehilangan yang dialami orang lain.

Karena itu, cobalah bersyukur untuk setiap kehilangan yang kita alami. Dan manfaatkanlah kehilangan kita untuk mendapatkan hal yang lebih berharga. Isilah hidup mereka yang kehilangan dengan cinta kita yang tulus.

Sepenggal kalimat dari Alkitab berbicara tentang kehilangan:

"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

Sesungguhnya kita tidak pernah kehilangan.